Thursday, 15 August 2024

Tugas Kelas VII

 TUGAS KELAS VII

I. Write the numbers.

  e.g :: 11 = eleven

1. 23 =

2. 46 =

3. 79=

4. 127=

5. 2348 =


II. Translate the text  into Indonesian 

                                         My Family

I have a  big happy family. I have 3 brothers and 3 sisters. My father is a  successful farmer and my mother is a businesswoman. My oldest brother has married and has 3 children. My second sister is a student at college.  I am the seventh child in my family. All of the members of my family love and care about me much. I am happy to be in the family and I hope  my family will be happy forever.

III. tell me about your family. (200 words)

                 

Saturday, 10 August 2024

JURNAL REFLEKSI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

 JURNAL REFLEKSI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Pada modul 2.3 ini saya  mempelajari materi mengenai Coaching untuk supervisi akademik..Selain menyiapkan  diri kita sebagai pemimpin pembelajaran, program Pendidikan Guru Penggerak juga menyiapkan kita untuk menjadi seorang kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah, tentunya tidak akan terlepas dengan tugas supervisi akademik. Supervisi akademik ini dilakukan untuk memastikan  pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal 12 Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah sebagaimana tertuang dalam standar tenaga kependidikan pada Standar Nasional Pendidikan pasal 20 ayat 2: Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, kepala sekolah seperti apakah yang dapat mendorong kita sebagai warga sekolah untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakan pada murid? Jawabannya adalah pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.

Dalam hal ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Pendekatan dengan paradigma berpikir yang memberdayakan mutlak diperlukan agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching sebagaimana Whitmore (2003) ungkapkan bahwa coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Sejalan dengan hal ini, dengan adanya program Pendidikan Guru Penggerak ini, kita diharapkan menjadi supervisor atau kepala sekolah yang memiliki paradigma berpikir dan keterampilan coaching dalam rangka pengembangan diri dan rekan sejawat. 

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada  solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.

Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation mendefinisikan coaching sebagai ”bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.

Saya merasa senang mendapat ilmu baru  yang berpengaruh terhadap perbaikan  saya menjalani profesi sebagai guru. Modul 2.3 memang memberikan saya banyak ilmu mengenai coaching yang diakhiri dengan paradigma coaching dalam proses supervisi akademik. Dimana supervisi akademik tidak lagi hanya dipandang sebagai penilaian terhadap guru yang dilakukan oleh supervisor (pihak manajemen sekolah) yang biasanya memiliki suasana yang menegangkan dan tidak nyaman. Sekarang melalui modul ini diajarkan dan dilatih agar paradigmanya berubah menjadi paradigma coaching dengan prinsip-prinsipnya. 

Di modul ini, saya mendapatkan hal yang luar biasa terkait ilmu-ilmu baru yang memacu saya lebih bersemangat dalam mengimplementasikan semua yang saya dapatkan. Forum diskusi selama sesi ruang kolaborasi dan elaborasi membuat saya semakin memahami materi ini. Saya harap dengan mempelajari ini, saya semakin terampil dalam menjadi coach dalam proses coaching, baik untuk rekan sejawat, murid, maupun orang terdekat yang membutuhkan coaching untuk mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi.

Supervisi akademik dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid dan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah. Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan  dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan.

Paradigma berpikir coaching  terdiri dari fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, mampu melihat peluang baru dan masa depan. Prinsip coaching yaitu “kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”. Kompetensi Inti Coaching meliputi kehadiran penuh/Presence, mendengarkan aktif, mengajukan pertanyaan berbobot. Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA : Percakapan untuk perencanaan, Percakapan untuk pemecahan masalah, Percakapan untuk berefleksi, Percakapan untuk kalibrasi.

Umpan Balik berbasis Coaching terdiri dari Umpan Balik dengan Pertanyaan Reflektif, Umpan Balik menggunakan data yang valid. Supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita   menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma  pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu

Setelah mempelajari modu1 2.3. saya bertekad untuk mempraktikkan tiga kompetensi inti coaching, presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot dalam percakapan coaching. Membuat rencana, melakukan refleksi, memecahkan masalah, dan melakukan kalibrasi. Memberikan umpan balik dengan paradigma berpikir dan prinsip coaching. Mempraktikkan rangkaian supervisi akademik yang berdasarkan paradigma berpikir coaching. Selalu berusaha meningkatkan kemampuan diri dalam melakukan coaching dengan berlatih dan sering melakukan praktik coaching dengan rekan sejawat, murid, dan lingkungan terdekat saya.


JURNAL REFLEKSI MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

 JURNAL REFLEKSI MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

“Dialog tidak dapat terjadi tanpa kerendahan hati “(Paulo Freire)

Pada modul 2.2 ini saya mempelajari  Pembelajaran Sosial dan Emosional. Pada awal , saya ditanya tentang pengalaman yang pernah saya alami sebagai guru dalam hubungannya  dengan masalah sosial dan emosional. Kemudian  ada ekplorasi konsep yang berisi materi-materi tentang Kompetensi Sosial Emosional, Pembelajarannya serta Implementasinya di sekolah. Selain itu juga diselingi dengan tugas-tugas yang berisi refleksi dari tiap-tiap materi yang telah dipelajari. Tujuan dari materi Pembelajaran Sosial Emosional adalah memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri); menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri); merasakan dan menunjukan empati kepada orang lain (kesadaran sosial); dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Saya sangat bersyukur mendapat pengeatahuan luar biasa  dan berpengaruh terhadap eksistensi saya menjalani profesi sebagai guru. Sebenarnya pembelajaran social dan emosional sudah saya jalankan namun tidak tahu bahwa hal tersebut merupakan pembelajaran  social dan emosiona. Dengan mempelajri modul 2.2 ini, saya lebih faham  tentang  pembelajaran social dan emosional dan  bersemangat dalam mengimplementasikan semua yang saya dapatkan. Saya harap dengan mempelajari ini, saya akan mampu mengontrol setiap emosi dalam diri saya yang tentunya berdampak kepada orang lain serta memberikan contoh kepada rekan sejawat lainnya.

Pembelajaran bermakna yang saya peroleh setelah mempelajari modul 2.2 adalah bahwa mengenali emosi diri sebelum melakukan setiap tindakan itu harus, agar tindakan tersebut tidak berdampak buruk bagi diri sendiri maupun orang lain. Selain mengenali emosi diri, kita juga dituntut untuk mampu mengelola emosi tersebut agar kita kembali ke keadaan semula yaitu dalam keadaan yang bahagia. Selain itu, banyak lagi ilmu yang saya dapatkan di modul ini seperti kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Semua materi tersebut bertujuan untuk menciptakan hubungan yang baik dan positif dengan sesama rekan kerja, dengan murid maupun dengan masyarakat disekitar kita.

Setelah mempelajari modul 2.2 ini saya berencana untuk menerapkannya terlebih dahulu dalam lingkup kelas saya di sekolah seperti melakukan Bernafas dengan kesadaran penuh sebelum memulai pembelajaran dengan teknik STOP, kemudian juga mengintegrasikan kompetensi tersebut dalam pembelajaran saya seperti menerapkan kompetensi kesadaran sosial dalam perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan, kemudian menerapkan keterampilan berelasi pada saat melakukan refleksi ataupun memberikan umpan balik terhadap hasil kerja teman maupun penjelasan guru dengan menggunakan kata-kata yang positif dan mudah dimengerti.

JURNAL REFLEKSI MODUL 2.1

 JURNAL REFLEKSI MODUL 2.1 MEMENUHI KEBUTUHAN BELAJAR MURID MELALUI  PEMBELAJARAN DIFFERENSIASI

“Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.”

(Ki Hajar Dewantara)

Pada modul 2.1 ini saya disuguhkan dengan hakekat pembelajaran differesiasi yang berangkat dari pemahaman bahwa murid yang kita ajar beragam baik dari segi bakat, minat, kebutuhan , gaya belajar dan kesiapan belajarnya. Seperti kutipan di atas,  seorang guru seperti “mengukir”  potensi dan kemampuan serta kebutuhan murid yang sesuai dengan kodratnya.

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Menurut Tomlinson (1999:14) dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar murid.

Melakukan pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

 

·         Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.

·         Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.

·         Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang proses belajar mereka.

·         Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas, namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.

·         Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

Modul ini memberi pencerahan tentang bagaimana landasan teori dan  penerapan pembelajaran differensiasi yang benar. Saya merasa senang akan pemahaman bermakna dari pembelajaran differensiasi ini. Insyaallah ke depan, saya akan menerapkan pembelejaran differensiasi ini di kegiatan pembelajaran  saya dan berbagi praktik baik ke rekan sejawat sehingga menebar kebaikan bagi semua.

Jurnal Refleksi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Nilai-nilai Kebajikan

 JURNAL REFLEKSI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI SEORANG PEMIMPIN

Pada modul ini saya mempelajari tentang bagaimana membuat keputusan yang bertanggung jawab,  bermakna dan berpihak pada murid. Dalam pengambilan keputusan, Semboyan yang dicetuskan oleh KHD  menjadi landasan  yakni Ing Ngarso Sung Tulodho (Seorang pemimpin jika di depan harus mampu memberi contoh baik/ tauladan bagi yang dipimpinnya), Ing Madya Mangunkarsa (Seorang pemimpin harus mampu memberikan dorongan, semangat dan motivasi dari tengah), Tut Wuri handayani (Seorang pemimpin harus mampu memberi dorongan/bimbingan  dari belakang) dalam proses pengambilan keputusan yang  bisa  dipertanggungjawabkan.

Dalam proses pengambilan keputusan, selain mengikuti 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, keterampilan coaching akan sangat membantu karena keterampilan ini membekali seorang guru untuk menjadi coach bagi dirinya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi solusi sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik.

Selain keterampilan coaching, untuk mengambil keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi  kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial  (relationship skills). Proses pengambilan keputusan seharusnya juga dilakukan dengan kesadaran penuh (mindful) dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.

Kebijakan yang muncul pada saat pengambilan keputusan tetap mengacu keberpihakan dan mengutamakan kepentingan murid, sehingga solusi tepat akan didapat dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik yang mampu menganalisis permasalahan dari berbagai sudut pandang dan pendidik yang dengan tepat, sehingga mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika ataukah bujukan moral.Pengambilan keputusan akan mengikuti 9 langkah pengujian, dengan 4 paradigma dan 3 prinsip

Tantangan yang timbul adalah seringkali bingung dalam membuat keputusan berkaitan dilema etika, karena dua-duanya benar. Seringkali ada perasaan ragu atau merasa tidak enak karena keputusan tidak bisa memuaskan semua pihak. Meskipun setiap keputusan pasti ada resiko, pro dan kontra, namun hal ini menjadikan salah satu tantangan tersendiri. Kegamangan tersebut dapat diselesaikan dengan pengambilan keputusan yang berlandaskan atas tiga prinsip penyelesaian dilema, yaitu Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) ataukah Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Pemilihan prinsip tersebut tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. . Dengan mengikuti 9 langkah pengambilan keputusan dapat meminimalkan perasaan tidak nyaman dan keputusan yang saya ambil dapat diterima oleh semua pihak.

Sebelum mempelajari modul ini saya pernah mengambil  keputusan dengan situasi dilema etika, namun yang saya lakukan hanya sebatas pada pemikiran didukung dengan beberapa pertimbangan. Saya sudah merasa aman bila keputusan yang saya ambil sudah sesuai aturan dan tidak berdampak merugikan banyak orang. Dengan belajar modul ini saya menjadi lebih kaya akan pengetahuan bahkan telah mempraktikkan, bagaimana cara pengambilan keputusan yang tepat dengan menggunakan langkah-langkah tertentu yang tak lepas dari paradigma dan prinsip-prinsip yang ada.

Sebelum mengikuti pembelajaran modul ini, dalam pengambilan keputusan saya mendasarkan pada nilai-nilai kebajikan dan nilai-nilai Agama yang saya yakini, norma hukum, rasa kemanusiaan dan kepedulian dengan mengutamakan kolaborasi dan urun rembug dari pihak-pihak yang terkait.

Setelah mengikuti modul ini saya mendapat wawasan dan pengetahuan baru tentang bagaimana 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan  dengan 4 paradigma dan 3 prinsip. Jadi lebih terarah dan berdasar. Saya berencana akan mengimplementasikan landasan tersebut dalam setiap pengambilan keputusan baik sebagai pemimpin pembelajaran maupun dalam pengambilan kebijakan di sekolah dan komunitas praktisi. 

Friday, 9 August 2024

Rangkuman Koneksi Antar Materi Modul 3.1

Rangkuman Koneksi Antar Materi Modul 3.1 

Taryanah

CGP Angkatan 10

SMPN 1 Cangkuang

Alhamdulilah pada kesempatan ini saya akan menyampaikan hasil Rangkuman Koneksi antar  Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Seorang  Pemimpin

Ada 2 kutipan yang saya garis bawahi dan menjadi perhatian kita:

1.       “ Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik ” (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best-Bob Talbert)

Makna nya menurut hemat saya adalah pembelajaran yang terbaik bukan saja berfokus pada pengetahuan atau wawasan namun etika dan moral yang utama. Seperti dalam ajaran agama yang saya anut, ajarkan dulu adab baru ilmu. Biasanya orang yang memiliki adab, akan berilmu, namun sebaliknya orang yang berilmu belum tentu memiliki adab/etika. Jadi lebih berharga beretika daripada sebatas  pengetahuan saja yang dimiliki siswa.

2.      “Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis” (Education is the art of making man ethical~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel )

Makna yang saya tangkap adalah Pendidikan membentuk orang untuk memilki etika yang baik. Bagaimana generasi kita ke depan ditentukan bagaimana pendidikan kita sampaikan. Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.Pendidikan merupakan suatu proses menuntun siswa dengan penguatan karakter , norma-norma  sehingga akan menjadi generasi yang memiliki nilai moral, kebajikan dan kebenaran untuk menjalankan kehidupannya. Generasi yang akan datang adalah cerminan pendidikan saat ini yang kita poles seperti membuat maha karya terbaik yang akan mewarnai negeri ini di masa depan.

Hal ini selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan itu holistic, “Pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat”. Kemudian ada olah raga, olah rasa, olah cipta/karsa dalam proses pendidikan sesuai KHD.

Berikut adalah pendekatan atas tinjauan dari koneksi antar materi pada modul 3.1 Pendidikan Guru Penggerak tentang pengambilan keputusan.

1.      Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki pengaruh bagaimana seorang guru mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.

Proses pengambilan keputusan yang dilakukan seorang pemimpin harus dapat memberikan contoh/teladan yang baik bagi yang dipimpinya. (Ing Ngarsa Sung Tuladha). Hasil keputusan harus mampu membangkitkan semangat untuk terus melakukan inovasi dalam melakukan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid (Ing Madya Mangun Karsa) dan seorang pemimpin harus terus memberikan motivasi/bimbingan saat melakukan proses pengambilan keputusan (Tut Wuri Handayani) agar diperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam pengambilan keputusan, Semboyan yang dicetuskan oleh KHD  menjadi landasan  yakni Ing Ngarso Sung Tulodho (Seorang pemimpin jika di depan harus mampu memberi contoh baik/ tauladan bagi yang dipimpinnya), Ing Madya Mangunkarsa (Seorang pemimpin harus mampu memberikan dorongan, semangat dan motivasi dari tengah), Tut Wuri handayani (Seorang pemimpin harus mampu memberi dorongan/bimbingan  dari belakang) dalam proses pengambilan keputusan yang  bisa  dipertanggungjawabkan.

Semboyan ini memiliki makna mendalam dapat kita jadikan landasan dalam setiap pengambilan keputusan, yaitu keputusan yang selalu berpihak kepada murid agar menjadikan mereka sebagai generasi yang cerdas dan berkarakter sebagaimana tercermin dalam profil pelajar Pancasila. Hal ini dapat kita lakukan dalam proses pembelajaran di sekolah, yang tidak hanya menitik beratkan pada konten kurikulum, namun pembentukan nilai -nilai kebajikan dapat kita sampaikan secara terus menerus dengan eksplisit pada pembelajaran dan keteladanan disetiap pengambilan keputusan.

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yag tertanam dalam diri kita berpengaruh terhadap cara berfikir, cara bertindak dan cara pengambilan keputusan. Nilai-nilai ini dibentuk sejak kecil melalui pendidikan, pembiasaan baik di keluarga, masyarakat maupun  lembaga pendidikan.

Nilai-nilai tersebut akan berpengaruh terhadap prinsip-prinsip yang diambil ketika seseorang tersebut akan mengambil keputusan. Begitu pula dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial  (relationship skills),  akan mempengaruhi cara berfikir seseorang..Nilai-nilai kebajikan yang tertanam dalam diri pendidik akan mewarnai setiap pengambilan keputusaan. Nilai kejujuran, integritas sebagai pendidik akan tergambar dalam keteladanan dan kebijakan

3. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan coaching (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi coaching yang telah dibahas pada sebelumnya.

Dalam proses pengambilan keputusan, selain mengikuti 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, keterampilan coaching akan sangat membantu karena keterampilan ini membekali seorang guru untuk menjadi coach bagi dirinya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi solusi sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik.

Selain keterampilan coaching, untuk mengambil keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi  kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial  (relationship skills). Proses pengambilan keputusan seharusnya juga dilakukan dengan kesadaran penuh (mindful) dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.

4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Dalam setiap pengambilan keputusan wajib berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan  serta regulasi yang ada dengan berpedoman pada 9 langkah pengambilan keputusan. Melalui kedua dasar tersebut kita dapat menganalisis sehingga dapat membedakan antara dilema etika atau bujukan moral.

Kepekaan sosial emosional seseorang akan menumbuhkan empati dan simpati, sehingga dapat menempatkan diri untuk bisa mengenal orang lain . Dengan simpati dan empati kita dapat merasakan apa yang peserta didik alami, sehingga kita dapat mengidentifikasi permasalahan dengan bijaksana, disaat harus melakukan pengambilan keputusan.

Guru yang berperan sebagai pemimpin pembelajaran akan bertindak atas dasar keberpihakan pada murid. Dalam setiap keputusannya harus mempertimbangkan bayak hal yang bermuara pada murid, berbasis etika dan nilai kebajikan berlandaskan pada 4 paradigma yaitu individu vs masyarakat, rasa keadilan vs rasa kasihan, kebenaran vs kesetiaan dan jangka pendek vs jangka panjang, 3 prinsip yaitu prinsip berbasis hasil akhir, prinsip berbasis peraturan, dan prinsip berbasis rasa peduli. Serta dilakukan dengan 9 langkah yaitu:

·         Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

·         Menentukan siapa saja yang terlibat

·         Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan

·         Pengujian benar atau salah yang didalamnya terdapat uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji keputusan panutan/idola

·         Pengujian paradigma benar lawan benar

·         Prinsip Pengambilan Keputusan

·         Investigasi Opsi Trilemma

·         Buat Keputusan

·         Tinjau lagi keputusan Anda dan refleksikan

5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pembahasan studi kasus yang berfokus pada masalah moral atau etika akan semakin mengasah empati dan simpati seorang pendidik. Pendidik yang telah terlatih akan mempunyai rasa empati dan simpati yang baik sehingga diharapkan mampu mengidentifikasi dan memetakan paradigma dilema etika agar pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran lebih bijak.

Kebijakan yang muncul pada saat pengambilan keputusan tetap mengacu keberpihakan dan mengutamakan kepentingan murid, sehingga solusi tepat akan didapat dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik yang mampu menganalisis permasalahan dari berbagai sudut pandang dan pendidik yang dengan tepat, sehingga mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika ataukah bujukan moral.Pengambilan keputusan akan mengikuti 9 langkah pengujian, dengan 4 paradigma dan 3 prinsip yang disebutkan sebelumnya.

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Keputusan yang kita ambil secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada lingkungan. Keputusan yang tepat akan membuat lingkungan yang positif, kondusif, aman dan yaman. Seyogyanyalah  setiap keputusan yang kita ambil harus tepat dan bijak berlandaskan nilai-nilai kebajikan, nilai-nilai Agama, norma hukum dan rasa kemanusiaan/kepedulian dengan keberpihakan pada murid.

7. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan yang timbul adalah seringkali bingung dalam membuat keputusan berkaitan dilema etika, karena dua-duanya benar. Seringkali ada perasaan ragu atau merasa tidak enak karena keputusan tidak bisa memuaskan semua pihak. Meskipun setiap keputusan pasti ada resiko, pro dan kontra, namun hal ini menjadikan salah satu tantangan tersendiri. Kegamangan tersebut dapat diselesaikan dengan pengambilan keputusan yang berlandaskan atas tiga prinsip penyelesaian dilema, yaitu Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) ataukah Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Pemilihan prinsip tersebut tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. . Dengan mengikuti 9 langkah pengambilan keputusan dapat meminimalkan perasaan tidak nyaman dan keputusan yang saya ambil dapat diterima oleh semua pihak.

8. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil dengan pengajaran memerdekakan murid -murid kita adalah terciptanya merdeka belajar. Dengan merdeka belajar, murid  emnjadi manusia yang merdeka, bebas mencapai kesusksesan, kebahagiaan sesuai minat dan potensinya tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun. Hal ini diharapkan murid-murid akan sukses dengan bidangnya masing-masing, bahagia karena sesuai dengan apa yang diinginkannya dan bertanggungjawab akan apa yang menjadi pilihannya. Disinilah dasar pijakan kita bahwa semua pengambilan keputusan harus berpihak pada murid, dan guru berfungsi untuk memfasilitasi, membantu mengembangkan bakat dan minat yang sudah ada. Pembelajaran yang kita berikan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan, bakat dan mnat serta mengembangkan potensi mereka.

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Dalam mengambil keputusan seorang pemimpin pembelajaran harus mempertimbangkan berbagai macam kemungkinan yang terjadi,mempertimbangkan dari berbagai sisi termasuk dampak yang menyangkut masa depan murid. Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran pasti akan membawa dampak, baik jangka panjang maupun pendek bagi murid. Hal yang sudah kita putuskan dan kita lakukan akan akan terekam menjadi suatu catatan dan akan menjadikan role model tentang apa dan bagaimana kelak murid-murid berpikir dan bertindak.  Jadi perlu pertimbangan matang dalam mengambil keputusan dengan melakukan  9 langkah pengujian disesuaikan dengan paradigma dan prinsip yang tepat.

10. Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Pengambilan keputusan merupakan suatu kompetensi atau skill yang harus dimiiki oleh guru sebagai pendidik. Terkait dengan tugas dan fungsinya seorang guru dalam membuat keputusan harus berlandaskan pada filosofi Ki Hajar Dewantara, karena setiap keputusan yang diambil akan mewarnai pola pikir dan karakter murid. Agar keputusan yang diambil dapat memberikan kemanfaatan untuk banyak orang, mampu mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being) dan dapat dipertanggungjawabkan, maka harus dilakukan berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur yang tertata seperti BAGJA. Hal ini dilakukan semata untuk menghantarkan murid menuju profil pelajar pancasila, yang dalam perjalanannya banyak benturan yang sifatnya dilema etika dan bujukan moral. Untuk itu diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan, sehingga langkah yang diambil selalu berpihak kepada murid.

Sekolah sebagai institusi yang berfungsi memberikan pelayanan, membimbing, mendidik dan mengajar para peserta didik agar memiliki sifat/tingkah laku yang lebih baik. Sekolah juga bertugas melakukan proses transfer ilmu dan pembentukan karakter peserta didik. Banyak hal yang harus dilakukan, tentu saja banyak juga pengambilan keputusan yang mewarnai kebijakan-kebijakan sekolah. Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengambil keputusan dengan bijak, dengan mengedepankan nilai-nilai kebajikan yang telah menjadi kesepakatan kelas. Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpim pembelajaran dengan menggunakan alur BAGJA, selalu berorientasi untuk mewujudkan budaya positif sehingga dapat menciptakan kondisi lingkungan yang nyaman (well being). Guru mempunyai kewajiban untuk mengantarkan murid menjadi insan yang cerdas dan berkarakter, menuju profil pelajar Pancasila. Harapan ini pasti dibutuhkan komitmen dari semua pihak. Dalam mengawal impian ini tentu banyak juga ditemui permasalahan baik yang sifatnya dilema etika maupun bujukan moral. Untuk itu diperlukan panduan sembilan langkah dalam pengambilan keputusan dan pengujian agar keputusan yang diambil berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar. Sebagai salah satu bentuk merdeka belajar adalah diterapkannya pembelajaran berdiferensiasi. Dengan pembelajaran berdiferensiasi maka kebutuhan murid akan terpenuhi sesuai dengan bakat, minat dan kecenderungan gaya belajarnya.

11. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Dilema etika merupakan pengambilan keputusan dimana kedua pilihan adalah benar vs benar, sedangkan pada bujukan moral, kedua pilihan antara benar vs salah.

4 paradigma pengambilan keputusan adalah individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan rasa kasihan, kebenaran lawan kesetiaan, dan jangka pendek lawan jangka panjang.

3 prinsip pengambilan keputusan adalah Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) ataukah Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).

9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan yakni mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, menentukan siapa saja yang terlibat, mengumpulkan fakta-fakta yang relevan,  pengujian benar atau salah yang didalamnya terdapat uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji keputusan panutan/idola, pengujian paradigma benar lawan benar, Prinsip Pengambilan Keputusan, Investigasi Opsi Trilemma, Buat Keputusan, Tinjau lagi keputusan  dan refleksikan.

Hal-hal yang menurut saya diluar dugaan bahwa ternyata dalam pengambilan keputusan bukan hanya didasarkan pada pemikiran dan pertimbangan semata, namun sangat diperlukan adanya paradigma, prinsip, dan langkah-langkah pengujian pengambilan keputusan, agar keputusan yang diambil tepat sasaran dan bermanfaat untuk orang banyak. Disamping itu secara personal, dalam pengambilan keputusan diperlukan satu sikap keberanian dengan segala konsekwensinya.

12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari modul ini saya pernah mengambil  keputusan dengan situasi dilema etika, namun yang saya lakukan hanya sebatas pada pemikiran didukung dengan beberapa pertimbangan. Saya sudah merasa aman bila keputusan yang saya ambil sudah sesuai aturan dan tidak berdampak merugikan banyak orang. Dengan belajar modul ini saya menjadi lebih kaya akan pengetahuan bahkan telah mempraktikkan, bagaimana cara pengambilan keputusan yang tepat dengan menggunakan langkah-langkah tertentu yang tak lepas dari paradigma dan prinsip-prinsip yang ada.

13. Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Sebelum mengikuti pembelajaran modul ini, dalam pengambilan keputusan saya mendasarkan pada nilai-nilai kebajikan dan nilai-nilai Agama yang saya yakini, norma hukum, rasa kemanusiaan dan kepedulian dengan mengutamakan kolaborasi dan urun rembug dari pihak-pihak yang terkait.

Setelah mengikuti modul ini saya mendapat wawasan dan pengetahuan baru tentang bagaimana 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan  dengan 4 paradigma dan 3 prinsip. Jadi lebih terarah dan berdasar. Saya berencana akan mengimplementasikan landasan tersebut dalam setiap pengambilan keputusan baik sebagai pemimpin pembelajaran maupun dalam pengambilan kebijakan di sekolah dan komunitas praktisi. 

 

14. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Materi pada modul 3.1 bagi saya sangat penting dan bermakna, baik sebagai individu maupun sebagai pemimpin karena dapat mengambil keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan dengan berlandaskan nilai-nilai kebajikan agar dapat berpihak pada murid. Selain itu juga,  dimanapun dan sebagai appun peran kita pasti akan menjumpai permasalahan yang dituntut untuk mengambil keputusan. Dari keputusan tersebut akan dihasilkan kebijakan -kebijakan yang akan mewarnai perjalanan sekolah untuk mewujudkan merdeka belajar dan profil pelajar Pancasila.

Salah satu upaya untuk mewujudkan hal itu, maka seorang guru harus memiliki keterampilan dalam pengambilan keputusan yang mengandung nilai-nilai kebajikan yang berlandaskan 9 langkah 4 paradigma dan 3 prinsip.

 

 

Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan!

Demontrasi Kontekstual Modul 3.1

 

DEMONSTRASI KONSEPTUAL MODUL 3.1

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN NILAI-NILAI KEBAJIKAN

I.                   Pendahuluan

Pada tugas CGP Angkatan 10 kali ini, saya ditugaskan untuk mewawancarai 2-3 pimpinan (kepala sekolah) di lingkungan saya (salah satunya adalah pimpinan di sekolah saya sendiri). Hasil wawancara ini adalah untuk mendapatkan sebuah wacana tentang praktik pengambilan keputusan yang selama ini dijalankan, terutama untuk kasus-kasus yang di mana nilai-nilai kebajikan saling bersinggungan, atau untuk kasus-kasus dilema etika yang sama-sama benar. Setelah wawancara, saya ditugaskan untuk membuat analisis dan refleksi berdasarkan Daftar Tugas /Checklist hasil wawancara.

Adapun responden yang saya wawancarai ada 3 orang yakni :

1.      Dr. Hj Nenden Surtini, S.Pd, M.M.Pd, Kepala SMPN 1 Cangkuang, Kec Cangkuang, tempat saya      bekerja.

2.      Dadang Sumpena, S.Pd, Kepala SMPN 1 Pameungpeuk, Kec Pameungpeuk.

3.      Hj. Ii  Nana Atopani, S,Pd,  Kepala SDN Sukamaju 01, Kp Ragamukti  Desa Sukamaju Kec Cimaung.

 

II.                Hasil  Wawancara dengan Responden

A.    Responden 1 (Dr. Hj Nenden Surtini, S.Pd, M.M.Pd)


Pelaksanaan wawancara :  Selasa, 6 Agustus 2024 Pukul 10.15  sampai selesai, bertempat di Ruang Lobbi SMPN 1 Cangkuang.

Isi  Wawancara :

Pertanyaan Wawancara dan  Responnya

  • Selama ini, bagaimana Anda dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?

Selama saya menjabat sejak tahun 2022, ada beberapa kasus yang muncul baik merupakan dilema etika maupun bujukan moral. Jadi yang saya pahami, bujukan moral itu jika nilai benar vs salah, kalau dilema etika jika benar vs benar. Sebagian besar adalah  dilema etika. Namun Alhamdulillah semua bisa tertangani dengan baik, tanpa ekses yang lebih buruk.

Kasus yang muncul antara lain adalah anak yang jarang masuk sekolah dan sudah di home visit oleh wali kelas, sudah dipanggil ke sekolah, orang tua kurang respon, ada perbaikan namun tetap kehadiran dalam pembelajaran tidak optimal. Masuknya pas ujian saja (PSAS atau PSAJ). Akhirnya kita naikkan ke kelas selanjutnya, karena  SMP itu satu fase, namun dengan perjanjian dan treatmen serta tindak lanjut dari wali kelas , guru-guru dan kerjasama dengan orang tua untuk kemajuan/perbaikan anak tersebut.

Selain itu, ada anak yang hamil pas di kelas 9, padahal sebentar lagi lulus. Hal ini diakibatkan kurangnya perhatian keluarga, keluarga broken home atau keluarga pisah/cerai. Kita dihadapkan dengan dilema apakah anak putus sekolah karena sedang mengandung atau melanjutkan sekolah sampai lulus yang tinggal beberapa bulan lagi. Alhamdulillah bisa teratasi. Anak tersebut bisa lulus SMP, dan ujian /belajar secara daring. Jadi disini dilema antara rasa keadilan VS kasihan.

Mungkin itu sekelumit kasus dilema etika yang bisa saya sampaikan. Untuk bujukan moral jarang terjadi, pernah terjadi namun di luar sekolah, misalnya penyerangan/tawuran anak-anak yang melibatkan anak-anak SMP, penjualan obat terlarang dari orang luar. Dan itu sudah diselesaikan  dengan pihak terkait.

·         Selama ini, bagaimana Anda menjalankan pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?

 

Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai-nilai kebajikan yang saya yakini dan keyakinan agama saya, nilai-nilai kemanusiaan  dan  tanggung jawab setelah pengambilan keputusan. Sebelum mengambil keputusan, saya mengidentifikasi dulu masalahnya apa dan mencari solusi dengan urun rembug dengan para PKS atau guru2 yang  terkait.

  • Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Anda lakukan selama ini?

Yang pertama saya lakukan adalah dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada ,sumber nya dari mana, apakah fakta atau hoax semata, kemudian saya mengenali nilai apa yang bertentangan dalam situasi ini, setelah itu saya menentukan siapa yang terlibat, dalam hal ini sering kali saya melibatkan guru, WK dan Para PKS untuk mengumpulkan fakta, selain itu diidentifikasi akibat yang mungkin timbul ke depan,  kemudian saya akan melakukan pengujian benar salah, melaksanakan tiga prinsip resolusi, mencari kemungkinan penyelesaian atau opsi selanjutnya, barulah saya akan membuat keputusan kemudian direfleksikan kembali.

  • Hal-hal apa saja yang selama ini Anda anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Ketika kita berhadapan dengan dilema etika hal yang cukup efektf dalam pengambilan keputusan pada kasus dilemma etika adalah menggunakan 3 prinsip resolusi yaitu berpikir berbasis hasil akhir, berorientasi pada aturan yang benar, dan mengutamakan rasa peduli. Kemudian juga memperhatikan dampak jangka panjang juga merupakan hal yang efektif. Dalam pembuatan keputusan ini, saya meminta urun rembug, sambung saran baik dari PKS, guru maupun BK

  • Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Pada kasus-kasus dilema etika seringkali saya sulit untuk membuat keputusan yang bisa menyenangkan semua pihak.  Tantangannya karena semua hal adalah benar. Jadi bingung. Namun saya kembalikan lagi pada nilai nilai yang saya pegang teguh dan aturan yang berlaku serta tidak lupa kepedulian terhadap sesama dan keberpihakan pada murid juga harus saya pertimbangkan.

  • Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?

Tergantung kasus yang terjadi. Jika kasusnya  dadakan dan harus segera ditangani, ya saya tangani segera, supaya tidak melebar lagi masalahnya. Jika masalahnya  penanganan waktu yang lebih lama, saya biasanya membuat rencana atau jadwal dalam penanganannya. Prosedurnya jika kasusnya bisa diselesaikan oleh guru/WK, diselesaikan oleh mereka dengan tembusan ke BK atau wakasek kesiswaan. Jika tingkatan kasus nya parah, perlu kerjasama guru, WK, kesiswaan dan BK dengan monitoring kepala sekolah.

  • Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?

Dalam pelaksanaan tugas saya sebagai kepala sekolah, saya dibantu oleh para wakil kepala sekolah bidang kurikulum,  bidang kesiswaan, bidang sarana dan prasarana dan juga bidan kehumasan.  Selain itu ada dewan guru, sekaligus Wali kelas dan BK yang sama-sama menangani permasalahan anak. Jadi saya tidak terlalu cape sendiri.  Semua pihak berkolaborasi bersama-sama , berkoordinasi  dan konfirmasi pada saya sebagai laporan.

  • Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan dilema etika?

Pengambilan keputusan terutama pada kasus dilema etika itu sangat sulit namun dengan bersandar pada Nilai- nilai kebajikan ,aturan yang berlaku,  prinsip pengambilan keputusan, paradigma berpikir dan langkah langkah pengambilan keputusan, mempermudah dalam membuat keputusan yang bertanggung jawab, dengan melibatkan  musyawarah dan urun rembug semua pihak yang terkait.


 B.     Responden 2  (Dadang Sumpena, S.Pd)


Pelaksanaan wawancara : Rabu,  7 Agustus 2024 pukul  18.15 sampai selesai, bertempat di rumah kediaman Bapak Kepala Sekolah.

Isi  Wawancara :

Pertanyaan Wawancara dan  Responnya

  • Selama ini, bagaimana Anda dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?

Masalah yang timbul banyak, terserah kita meresponnya. Rata-rata masalah yang muncul berhubungan dengan konflik di keluarga, di lingkungan  pertemanan  dll. Biasanya masalah lebih berhubungan dengan dilema etika. Misalnya anak yang sering melakukan kenakalan atau  jarang hadir, pas kenaikan menjadi bermasalah di rapat dewan guru. Atau anak yang membantu orang tuanya ikut bekerja, jadi dilema.

·         Selama ini, bagaimana Anda menjalankan pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?

 

Dalam Pengambilan keputusan, saya identifikasi dulu masalahnya bagaimana, kemudian saya carai fakta-faktanya , barulah diputuskan solusinya dengan mendengar juga opini dari guru-guru, para PKS, BK, orangtua, pokonnya pihak yang terkait dengan masalah tersebut. Pengambilan keputusan  didasarkan pada nilai-nilai kebajikan , nilai agama saya, norma hokum yang berlaku .

 

·         Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Anda lakukan selama ini?

Seperti yang saya katakana, saya identifikasi masalah, kumpulkan informasi, mengkonfirmasi informasi apakah benar salah, barulah cari solusi Untuk solusinya biasanya kita fikirkan efek ke depannya, manfaat dan mudorotnya.

  • Hal-hal apa saja yang selama ini Anda anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Biasanya ada kolaborasi dari berbagai pihak dalam menentukan keputusan. Memang saya yang memutuskan keputusan akhir, namun dalam prosesnya  biasanya saya mengajak dialog, tukar pendapat bagaimana kalau begini, bagaimana kalau begitu dengan mempertimbangkan nilai-nilai kabajikan, kemanusiaan dan efek kedepannya.

·         Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Pada kasus-kasus dilema etika, tantangannya adalah sulit membuat keputusan yang dianggap terbaik untuk semua pihak  Tapi saya kembalikan  pada nilai-nilai kebajikan, nilai-nilai Agama dan aturan yang berlaku dalam pengambilan keputusan, dan tentunya itu hasil kolaborasi semua pihak.

·         Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?

Tergantung situasi dan kondisi. Kita lihat  dulu jenis nya apakah harus segera ditangani dan langsung dieksekusi ditempat atau perlu waktu dulu dan diberi jadwal untuk penyelesaianya.

  • Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?

Dalam pelaksanaan tugas, saya bantu banyak orang antara lain para wakil kepala sekolah, kepala lab, kepaa perpustakaan, guru-guru dan tenaga kependidikan. Jadi saya rasa tidak terlalu focus ke saya jika ada masalah. Jika di level guru sudah bias selesai, ya tidak usah sampai ke saya. Mungkin ke saya hanya infomasi saja.  Jadi intinya kolaborasi semua pihak.

·         Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan dilema etika?

Pembejaran yang saya petik adalah dalam pengambilan keputusan jika sudah jadi dilemma perlu pertimbangan dari berbagai sisi dan berbagai pihak. Kita tidak bisa memutuskan menurut emosi kita, jadi harus dipikir masak-masak, dicari  alternatif penyelesaian yang usahakan win win solution.

  

C.    Responden 3  (Hj. Ii Nana Atopani, S.Pd)


Pelaksanaan wawancara : Rabu,  7 Agustus 2024 pukul  17.00 sampai selesai, bertempat di rumah kediaman Ibu  Kepala Sekolah.

 Isi  Wawancara :

Pertanyaan Wawancara dan  Responnya

  • Selama ini, bagaimana Anda dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?

Di sekolah saya yang baru 1 tahun saya pimpin, saya lihat masalahnya lebih ke kurangnya pengetahuan atau penerapan agama, etika, siswa-siswa telah berkenalan dengan pacaran, terus  kasus-kasusnya lebih kepada “pelecehan” seksual. Kalau di sekolah yang dulu, siswa-siswa nya masuk ke anak genk, grup jalanan dll. Kalau saya simpulkan lebih pada dilemma etika untuk kasus-kasus yang terjadi.

·         Selama ini, bagaimana Anda menjalankan pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?

 

Pertama-tama jika ada kasus, saya cek dulu masalahnya, darimana dan bagaimana. Saya takutnya hanya cerita bukan fakta yang sebearnya. Kemudian saya identifikasi dan kelompokan, buat semacam “rangkuman “ dari masalah tersebut. Saya mita keterangan yang terkait/terlibat. Barulah diambil keputusan setelah jelas maslahnya bagaimana. Dalam Pengambilan keputusan, saya mendengar juga opini dari guru-guru, orangtua, atau siswanya. Pengambilan keputusan  didasarkan pada nilai-nilai kebajikan dan hukum yang berlaku, nilai kemanusiaan juga.

 

·         Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Anda lakukan selama ini?

Jadi saya cek dulu sumber nya dari mana, cerita saja atau fakta, saya kumpulkan informasi sebanar-benarnya, barulah dicari alternative solusi yang terbaik dengan mempertimbangkan  berbagai sisi dan kepentingan. Diusahakan solusi tersebut tidak bertentangan dengan hokum yang berlaku, nilai kebajikan dan kemausiaan.

  • Hal-hal apa saja yang selama ini Anda anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

 

Dalam pengambilan keputusan, saya tidak sendiri, tapi  biasanya hasil keputusan bersama antara dewan guru atau pihak yang terkait. Jadi ada kerjasama semuanya.

·         Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Pada kasus-kasus dilema etika seringkali membuat dilemma mana yang harus dipilih. Namun saya kembalikan lagi pada nilai nilai yang saya pegang teguh dan aturan yang berlaku.

·         Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?

Wah… itu lihat kasusnya bagaimana. Apakah harus segera diselesaikan menit itu juga ataukah perlu waktu atau perlu pertimbangan lainnya lagi. Jika segera, ya segera diselsaikan supaya tidak tambah parah. Jika perlu waktu lama, ya kita buat jadwal nya.

  • Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?

Pertama saya pegang teguh nilai-nilai kebajikan yang sesuai dengan Agama yang saya anut, kedua dukungan dari semua pihak baik guru, orangtua atau pihak terkait, dan ketiganya ada komunitas yang bisa saling berbagi ketika menemui kasus  yang sama.

·         Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan dilema etika?

Pembelajaran yang saya petik yakni pengambilan keputusan bukanlah perkara yang mudah, perlu pertimbangan dari berbagai sisi dan penyelesaian masalah perlu dukungan dan kerjasama semua pihak dalam membuat keputusan yang terbaik bagi semua.

 

III.                   Analisis dan Refleksi

Hal yang menarik dari hasil wawancara ketiga pimpinan sekolah yang saya wawancarai menunjukkan bahwa pengambilan keputusan bukanlah hal yang mudah, perlu berbagai pertimbangan dan melihat dari berbagai segi untuk mendapatkan keputusan yang terbaik bagi semua. Pengambilan keputusan juga memerlukan kerjasama semua pihak, bukan keputusan pribadi dan mendasarkan pada nilai-nilai kebajikan dan hokum yang berlaku.

Dari hasil wawancara, yang  mengganjal adalah pertanyaan mengenai pengujian keputusan yang tidak mengikuti 9 langkah pengujian. Yang mereka lakukan hakekatnya sama ke 9 pengujian namun tidak secara sistematis.

Persamaan dari jawaban ketiga pimpinan tersebut antara lain perlunya kolaborasi atau kerjasama dari semua pihak dalam mengambil keputusan, kemudian ada komunikasi terbuka dengan pihak terkait misalnya para guru, siswa, para PKS, Bk dan orang tua sebelum membuat keputusan.

Perbedaan dari ketiga pimpinan yang saya lihat adalah dari gaya memimpin, yang satu “merakyat”,yang lainnya ada pendelegasian, dan  demokratis terbatas. Hal ini terlihat dari jawaban yang diberikan dan cerita  kepemimpinnannya.

Rencana ke depan, ketiganya akan mempelajari lebih lanjut tentang 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian dalam pengambilan keputusan dan mencoba menerapkan dalam kasus-kasus dilemma etika yang terjadi.

Saya akan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian dalam pengambilan keputusan dan mengajak siswa-siswa untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dan mendengarkan opini mereka. Saya akan berusaha membuat keputusan yang mempertimbangakan berbagai sisi dan mendasarkan  pada nilai-nilai kebajikan, nilai agama dan norma hukum yang berlaku  serta bertanggung jawab atas keputusan tersebut.

Tugas wawancara ini saya akan upload di blog saya, dan sudah memenuhi persyaratan  jumlah huruf, spasi, dan aturan teknis lainya. Saya berusaha agar tulisan yang saya sampaikan, jelas terbaca, mudah dipahami dan tidak ambigu (menimbulkan multi tafsir).